KONSEP MANAJEMEN DAKWAH (Belajar dari kisah Nabi Sulaiman dengan Ratu Saba) bag.2
Semoga menginspirasi... ^_^
Konsep manajemen Dakwah
(Belajar dari kisah Nabi Sulaiman dengan Ratu Saba)
Oleh : Samsul Basri, S.Si
Manajemen Dakwah dari Kisah Nabi Sulaiman dan
ratu Balqis
Demikianlah bagian dari kisah ratu negeri
Saba’ yang Allah kisahkan dan tentang apa yang terjadi antara dia dengan
Sulaiman. Selanjutnya adalah menggali hikmah dan pelajaran darinya dalam
kaitannya dengan konsep manajemen dakwah. Diantaranya adalah:
1.
Pentingnya kontroling (pemeriksaan/ pengawasan) supaya
tidak terjadi kesalahan. Dalam pengawasan itu beliau ‘alaihis salam
melatih kedisiplinan, dan kasih sayang. Intinya dalam manajemen dakwah butuh
evaluasi.
2.
Hud-hud datang terlambat namun bukanlah karena
kesengajaan apalagi ketidak patuhan terhadap pemimpin. Ia memiliki hujjah yang
sejalan dengan visi dan misi kerasulan Sulaiman a.s. Terkandung pelajaran di
dalamnya bahwa setiap anggota yang tergabung dalam organisasi dakwah harus
memiliki tanggung jawab yang besar dan kesungguhan menyukseskan visi dan misi
dakwah.
3.
Nabi Sulaeman ‘alaihis salam tidak percaya begitu
saja berita yang didengarnya dari burung Hud-hud. Tetapi menyelidiki kebenaran
laporan tersebut. Pada hal burung Hud-hud selama dalam tugas selalu amanah dan
terpercaya. Kalau saja informasi Hud-hud butuh untuk diuji kebenarannya, maka
tentu lebih utama lagi menguji kebenaran informasi yang datang dari orang yang
tidak terpercaya, orang yang tidak dikenal keshalehannya seperti orang fasik.
Sebagaimana firman Allah di surat al-Hujurat ayat 6 :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ
جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ
فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik membawa
suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu
musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu
menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. al-Hujurat : 6)
Dalam manajemen dakwah sangat dibutuhkan data
akurat sebagai parameter keberhasilan dakwah setiap moment-moment evaluasi.
Karena itulah orienstasi terhadap proses lebih utama daripada hasil.
4.
Musyawarah dan mufakat telah menjadi kebiasaan ratu Balqis.
Setiap yang hadir dari pembesarnya memberi pandangan dan masukan. Dan hebatnya,
mereka tidak berselisih dengan keputusan final yang diambil oleh ratu Balqis
sekalipun berbeda dengan usulannya. Dalam manajemen dakwah, harus diyakini
bahwa musyawarah adalah perintah Allah dan sunnah Rasulullah g. Kondisi yang terjadi pada ratu Balqis dan
pembesarnya dalam musyawarah mengajarkan bahwa diantara etika dalam musyawarah,
keputusan final adalah apa yang diputuskan oleh pemimpin. Dan setelah keputusan
diambil, semua peserta musyawarah dengar dan taat. Tidak boleh ada rapat
kecil-kecilan. Dan ini sesuai peintah Allah di surat Ali ‘Imran ayat 159,
وَشَاوِرْهُمْ فِي الأمْرِ فَإِذَا
عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
“Dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu
(urusan dakwah). kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka
bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakkal kepada-Nya.” (QS. Ali ‘Imran :159)
5.
Keputusan Balqis dalam musyawarah sekalipun ia sebagai
ratu, sebagai pengambil keputusan tertinggi tetap tidak semena-mena apalagi
didasari atas kebodohan. Keputusan diambilnya berdasarkan ilmu, pertimbangan
para pembesarnya, kemampuan membaca kondisi, kepekaan/ kasih sayang terhadap
rakyatnya, dan analisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang ada di
kerajaan yang dipimpinnya. Tidak heran bila keputusan yang diambilnya adalah
keputusan terbaik dan tepat yang akhirnya mengantarkan mereka kepada cahaya
Islam. Ini adalah pelajaran penting dalam manajemen dakwah dimana organisasi
dakwah dalam perencanaan program kerjanya harus memiliki renstra (rencana
strategis) atau yang lebih dikenal dengan visi dan misi. Diantara poin penting
penyusunan misi adalah analisis peluang, kekuatan, kelemahan, dan ancaman. Yang
setiap poin dari analisis ini dapat ditemukan dasarnya di dalam ayat al-Qur’an
ataupun hadits Nabi g.
6.
Nabi Sulaiman a.s menolak sogokan yang diantarkan
kepadanya. Penting bagi setiap da’i dalam menjalankan misi dakwahnya
mengikhlaskan niat dan tidak terbuai dengan berbagai godaan dunia (harta).
Menyadari bahwa kenikmatan di sisi Allah tak ternilai dengan dunia dan segala
isinya, sebagaimana firman-Nya,
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ
مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ
وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالأنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ
الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia
kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta
yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan
sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat
kembali yang baik (surga).” (QS. Ali ‘Imran : 14)
7.
Ifrit menjaminkan dirinya kepada Nabi Sulaiman a.s saat
itu bahwa ia kuat dan dapat dipercaya dalam menjalankan tugas. Para ulama
semisal as-Sa’di menyebutkan bahwa dua sifat terbaik dalam menjalankan
tugas-tugas dakwah adalah kuat/ mampu untuk melakukan apa yang dibebankan
kepadanya, dan amanah yang dalam tugas/pekerjaan diwujudkan dengan cara tidak
berkhianat.
8.
Ada orang yang punya ilmu, dengan doa langsung
dikabulkan. Ini berarti pertolongan Allah jauh lebih dekat dan cepat. Ini
berarti ilmu, iman, doa dan tawakkal kepada Allah merupakan kekuatan yang
sangat kuat bagi seorang da’i.
9.
Nabi Sulaiman adalah Raja yang diberikan kekuasaan
terbesar oleh Allah di muka bumi, yang tak seorang pun baik sebelumnya ataupun
sesudahnya yang bisa mengalahkan kekuatan dan kekuasaannya, akan tetapi beliau
a.s tidak sombong dan takabbur. Melainkan menyadari dengan sebenar-benar
kesadaran bahwa apa yang ada padanya merupakan keutamaan Allah yang diberikan
kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dia pun tanpa ragu berucap هذا من فضل ربي
هل أشكر أم أكفر “ini adalah diantara keutamaan Rabku untuk
mengujiku apakah aku bersyukur ataukah sebaliknya berlaku kufur.” Setinggi apapun jabatan atau kedudukan yang
diperoleh dan sebanyak apapun harta yang dimiliki, dan sebanyak apapun anggota
yang mengikuti, jangan pernah merasa sombong dan takabbur. Penting bagi setiap
da’i untuk bersifat qana’ah, tawadhu dan bersahaja.
10.
Ratu Balqis menjaga dan mengenal singgasananya dengan
baik, perhatiannya tidak berubah walaupun telah dilakukan modifikasi pada harta
bendanya. Dalam manajemen dakwah, aset-aset organisasi harus didata, dijaga dan
dikenal dengan baik. Diantara aset terpenting dalam organisasi dakwah adalah
anggota/ kader. Mereka harus di data, dijaga dan dikenali dengan baik (peka)
mengenai kondisi kehidupannya. Boleh jadi dia dalam keadaan susah dan butuh
pehatian dan bantuan dari saudaranya yang lain.
11.
Ratu Balqis merasa tenang dengan Sulaiman a.s dan
pasukannya ketika diminta untuk datang berserah diri sebagai muslim, dan tidak
ragu sedikit pun untuk melangkah masuk ketika dipersilahkan ke dalam istana.
Hal itu dibuktikan dengan mengangkat roknya hingga tersingkap betisnya. Ukhuwah
dalam manajemen dakwah harus dijaga diantaranya adalah dengan menciptakan
ketenangan pada saudara muslim, saling menguatkan, mendukung dan mempercayai,
tidak ada hasad, iri hati dan dengki.
Komentar