KONSEP MANAJEMEN DAKWAH (Belajar dari kisah Nabi Sulaiman dengan Ratu Saba) bag1
Semoga menginspirasi... ^_^
Konsep manajemen Dakwah
(Belajar dari kisah Nabi Sulaiman dengan Ratu Saba)
Oleh : Samsul Basri, S.Si
“Dan dia memeriksa burung-burung lalu berkata:
"Mengapa aku tidak melihat hud-hud, apakah dia Termasuk yang tidak hadir.
Sungguh aku benar-benar akan mengazabnya dengan azab yang keras atau
benar-benar menyembelihnya kecuali jika benar-benar dia datang kepadaku dengan
alasan yang terang". Maka tidak lama kemudian (datanglah hud-hud), lalu ia
berkata: "Aku telah mengetahui sesuatu yang kamu belum mengetahuinya; dan
kubawa kepadamu dari negeri Saba suatu berita penting yang diyakini.
Sesungguhnya aku menjumpai seorang wanita yang memerintah mereka, dan dia dianugerahi
segala sesuatu serta mempunyai singgasana yang besar. Aku mendapati dia dan
kaumnya menyembah matahari, selain Allah; dan syaitan telah menjadikan mereka
memandang indah perbuatan-perbuatan mereka lalu menghalangi mereka dari jalan
(Allah), sehingga mereka tidak dapat petunjuk, agar mereka tidak menyembah
Allah yang mengeluarkan apa yang terpendam di langit dan di bumi dan yang
mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Allah, tiada
Tuhan yang disembah kecuali Dia, Tuhan yang mempunyai 'Arsy yang besar".
Berkata Sulaiman: "Akan Kami lihat, apa kamu benar, ataukah kamu Termasuk
orang-orang yang berdusta. Pergilah dengan (membawa) suratku ini, lalu jatuhkan
kepada mereka, kemudian berpalinglah dari mereka, lalu perhatikanlah apa yang
mereka bicarakan". Berkata ia
(Balqis): "Hai pembesar-pembesar, Sesungguhnya telah dijatuhkan kepadaku
sebuah surat yang mulia. Sesungguhnya
surat itu, dari Sulaiman dan Sesungguhnya (isi)nya: "Dengan menyebut nama
Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Bahwa janganlah kamu sekalian Berlaku
sombong terhadapku dan datanglah kepadaku sebagai orang-orang yang berserah
diri". Berkata dia (Balqis): "Hai Para pembesar berilah aku
pertimbangan dalam urusanku (ini) aku tidak pernah memutuskan sesuatu persoalan
sebelum kamu berada dalam majelis(ku)". Mereka menjawab: "Kita adalah
orang-orang yang memiliki kekuatan dan (juga) memiliki keberanian yang sangat
(dalam peperangan), dan keputusan berada ditanganmu: Maka pertimbangkanlah apa
yang akan kamu perintahkan". Dia berkata: "Sesungguhnya raja-raja
apabila memasuki suatu negeri, niscaya mereka membinasakannya, dan menjadikan
penduduknya yang mulia jadi hina; dan demikian pulalah yang akan mereka
perbuat. Dan sesungguhnya aku akan mengirim utusan kepada mereka dengan
(membawa) hadiah, dan (aku akan) menunggu apa yang akan dibawa kembali oleh
utusan-utusan itu". Maka tatkala utusan itu sampai kepada Sulaiman,
Sulaiman berkata: "Apakah (patut) kamu menyogok aku dengan harta? Maka apa
yang diberikan Allah kepadaku lebih baik daripada apa yang diberikan-Nya
kepadamu; tetapi kamu merasa bangga dengan hadiahmu. Kembalilah kepada mereka
sungguh kami akan mendatangi mereka dengan balatentara yang mereka tidak kuasa melawannya,
dan pasti kami akan mengusir mereka dari negeri itu (Saba) dengan terhina dan
mereka menjadi (tawanan-tawanan) yang hina dina". Berkata Sulaiman:
"Hai pembesar-pembesar, siapakah di antara kamu sekalian yang sanggup
membawa singgasananya kepadaku sebelum mereka datang kepadaku sebagai
orang-orang yang berserah diri". Berkata 'Ifrit (yang cerdik) dari
golongan jin: "Aku akan datang kepadamu dengan membawa singgsana itu
kepadamu sebelum kamu berdiri dari tempat dudukmu; Sesungguhnya aku benar-benar
kuat untuk membawanya lagi dapat dipercaya". Berkatalah seorang yang
mempunyai ilmu dari AI Kitab: "Aku akan membawa singgasana itu kepadamu
sebelum matamu berkedip". Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu
terletak di hadapannya, ia pun berkata: "Ini Termasuk karunia Tuhanku
untuk mencoba aku Apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). dan
Barangsiapa yang bersyukur maka Sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan)
dirinya sendiri dan Barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha
Kaya lagi Maha Mulia". Dia berkata: "Rubahlah baginya singgasananya;
Maka kita akan melihat apakah dia Mengenal ataukah dia Termasuk orang-orang
yang tidak mengenal(nya)". Dan ketika Balqis datang, ditanyakanlah
kepadanya: "Serupa inikah singgasanamu?" Dia menjawab: "Seakan-akan
singgasana ini singgasanak., Kami telah diberi pengetahuan sebelumnya dan kami adalah
orang-orang yang berserah diri". Dan apa yang disembahnya selama ini
selain Allah, mencegahnya (untuk melahirkan keislamannya), karena Sesungguhnya dia
dahulunya Termasuk orang-orang yang kafir. Dikatakan kepadanya: "Masuklah
ke dalam istana". Maka tatkala Dia melihat lantai istana itu, dikiranya
kolam air yang besar, dan disingkapkannya kedua betisnya. Berkatalah Sulaiman:
"Sesungguhnya ia adalah istana licin terbuat dari kaca". Berkatalah Balqis:
"Ya Tuhanku, Sesungguhnya aku telah berbuat zalim terhadap diriku dan aku
berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan semesta alam." (QS.
An-Naml : 20 - 44)
Pada ayat 20 surat ini menunjukkan betapa Sulaiman a.s memiliki kebulatan
tekad, ketegasan, kemampuan mengorganisasikan bala tentaranya dan
pengendaliannya terhadap semua permasalahan yang kecil dan besar. Sampai-sampai
beliau tidak pernah menyepelekan masalah ini, yaitu masalah memeriksa burung
dan melihat langsung apakah semuanya ada ataukah hilang darinya.
Dalam
pemeriksaanya, Sulaiman a.s tidak menemukan Hud-hud. Burung yang ahli dalam
memberi petunjuk kepada sulaeman tentang air. Jika beliau sedang berada di
sebuah padang pasir, beliau selalu memintanya untuk meneliti air yang berada di
dalam tanah. Hud-hud bisa mendeteksinya sebagaimana manusia mengetahui dan
melihat sesuatu yang nampak di permukaan tanah, bahkan memprediksi ukuran ke
dalaman air di bawah tanah. Jika hud-hud telah memberikan petunjuk tentang
keberadaan air, Sulaiman a.s segera memerintahkan Jin menggali tempat tersebut
hingga memancarkan air dari dasarnya. [1] Perasaan
kehilangan burung Hud-hud menunjukkan betapa besar kontroling yang dilakukannya
dan betapa besar perhatiannya terhadap rakyat.
[1] Ibnu Katsir, Tasir Ibnu katsir,
jilid 7, Jakarta : Pustaka Asy-Syafi’i, 2012 hlm. 13.
Kesempurnaan pengaturan dan pengendaliannya terhadap kerajaannya sendiri, menunjukkan
kecerdasan, ketelitian, dan keprofesionalan sebagaimana ia lalu berkata:
"Mengapa aku tidak melihat hud-hud, apakah dia Termasuk yang tidak hadir?”.
Maksudnya, apakah tidak terjangkaunya hud-hud dari penglihatanku menunjukkan
kurangnya pengetahuanku kepadanya karena ia bersembunyi diantara kumpulan yang
sangat besar ini? Ataukah memang ia absen (tidak hadir) tanpa izin atau tanpa
perintah dariku?!.[1]
Maka saat itu Sulaiman marah, dan mengancamnya dengan ancaman yang keras, لأعذبنه عذابا شديدا “Sungguh aku benar-benar akan mengazabnya
dengan adzab yang keras”. Ibnu Abbas menafsirkan bahwa maksud adzab yang
keras adalah mencabut bulu-bulunya.[2] “atau
benar-benar aku akan menyembelihnya kecuali jika benar-benar dia datang
kepadaku dengan alasan yang terang". Atas ketidak hadiran Hud-hud pun
menunjukkan sifat wara’ (ekstra hati-hati) dan keadilan yang dimiliki oleh
Sulaiman. Beliau tidak bersumpah atas dasar hanya sekedar akan menghukumnya
dengan siksaan atau dengan membunuhnya, karena hal itu tidak mungkin terjadi
kecuali karena suatu dosa, sedangkan keabsenan Hud-hud bisa jadi karena suatu
alasan yang jelas yang tidak diketahuinya. Karena itulah Sulaiman memberikan
pengecualian disebabkan sifat wara’ dan kecerdasan yang dimilikinya.[3]
“Maka tidak lama kemudian”. Maksudnya, kemudian Hud-hud datang. Ini membuktikan
betapa segannya para tentara itu kepada Sulaiman dan menunjukkan betapa
patuhnya mereka kepada perintahnya, sampai-sampai burung Hud-hud yang telah
terlambat karena adanya alasan yang sangat jelas tidak mampu untuk terlambat
dalam waktu yang cukup lama. Di hadapan Sulaiman Hud-hud menjelaskan alasan
keterlambatannya, ia mengetahui sebuah kaum yang tidak terjangkau oleh pantauan
Sulaiman. Kaum itu adalah Saba’ nama suatu kabilah yang terkenal di negeri
Yaman.
Hud-hud berkata, “Sesungguhnya aku menjumpai seorang wanita yang
memerintah mereka, dan dia dianugerahi segala sesuatu serta mempunyai
singgasana yang besar”. Al-Hasan Al-Bashri menyebutkan nama lengkap ratu Saba’
yaitu Balqis binti Syurahil. Dimana Qatadah menambahkan bahwa ia berasal dari
keluarga kerajaan dan memiliki 312 pemimpin dewan musyawarah. Dimana setiap
satu orang pemimpin itu memiliki anggota 10.000 orang. Kerajaannya berada di
daerah yang dikenal dengan Ma’rib yang berjarak 3 mil dari kota shan’a.
Pendapat ini lebih mendekati kebenaran karena di Yaman banyak terdapat
kerajaan. [4]
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyebutkan penjelasan para ahli sejarah bahwa
singgasana ratu Balqis sangat besar, agung serta dihiasi emas dan berbagai
macam mutiara serta berlian. berada di dalam istana yang besar, berkilau serta
tinggi menjulang, di dalamnya terdapat 360 jendela di arah timur dan barat agar
sinar matahari dapat masuk setiap hari di istana baik diwaktu terbit maupun
terbenamnya. Sehingga mereka sujud kepadanya di waktu pagi dan petang. Karena
itulah Hud-hud menerangkan kesyirikan mereka, “Aku mendapati dia dan kaumnya
menyembah matahari, selain Allah; dan syaitan telah menjadikan mereka memandang
indah perbuatan-perbuatan mereka lalu menghalangi mereka dari jalan (Allah),
sehingga mereka tidak dapat petunjuk”. As-Sa’di dalam tafsirnya menjelaskan
bahwa mereka adalah orang-orang musyrik penyembah matahari, dan meyakini hal
itu sebagai sebuah kebenaran karena syaitan telah menjadikan perbuatan itu
indah. Selama keyakinan itu tidak berubah selama itu pula tidak mungkin bisa
diharap mendapat petunjuk.
Allah b melarang menyembah matahari ataupun bulan
sebagaimana terdapat di ayat 37 surah fushshilat,
وَمِنْ
آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ لا تَسْجُدُوا
لِلشَّمْسِ وَلا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِنْ
كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ (٣٧)
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam,
siang, matahari dan bulan. janganlah sembah matahari maupun bulan, tapi
sembahlah Allah yang menciptakannya, jika ialah yang kamu hendak sembah.” (QS.Fushshilat : 37)
Nabi Sulaiman yang dalam
tafsir as-Sa’di disebut sebagai raja yang paling besar di bumi merasa heran
karena berita yang disampaikan oleh Hud-hud tentang ratu Saba dan kaumnya luput
dari pengetahuannya. Dia berkata seraya meneguhkan kesempurnaan dan kematangan
akalnya, "Akan Kami lihat, apakah kamu benar, ataukah kamu Termasuk orang-orang
yang berdusta. Pergilah dengan (membawa) suratku ini, lalu jatuhkan kepada
mereka, kemudian berpalinglah dari mereka, lalu perhatikanlah apa yang mereka
bicarakan".
Ketika surat dijatuhkan
oleh Hud-hud, dan ratu Balqis pun mengetahui isi surat itu. Ia dan kaumnya
diminta untuk tidak berlaku sombong dan segera datang kepada Sulaiman sebagai
orang-orang yang berserah diri, sebagaimana yang tertulis dalam surat itu وأتوني مسلمين.
Ibnu Abbas mengatakan bahwa وأتوني مسلمين maksudnya
datanglah kepadaku sebagai muwahhidin orang-orang yang bertauhid. Ulama
lain berpendapat mukhlisin orang-orang yang ikhlas. Sedangkan Sufyan bin
Uyainah berkata yaitu tha-i ‘iin orang-orang yang taat.[5]
Diantara hal yang
menunjukkan kematangan akal sang Ratu dan juga ketegasan sebagai seorang
pemimpin, ia segera mengumpulkan para tokoh kerajaan dan para pembesar
negaranya, lalu berkata, "Hai Para pembesar berilah aku pertimbangan dalam
urusanku (ini) aku tidak pernah memutuskan sesuatu persoalan sebelum kamu
berada dalam majelis(ku)". Maksudnya, sampaikanlah kepadaku apa yang harus kita
lakukan sebagai respon atas surat ini. Apakah kita masuk saja pada
kekuasaannya, tunduk sebagai pengikutnya, atau sebaliknya bertahan dan
melakukan perlawanan?. Para pembesar kaumnya setelah menyimak dan
merenungi isi surat itu, mengukur potensi dan kekuatan yang ada pada mereka menjawab:
"Kita adalah orang-orang yang memiliki kekuatan dan (juga) memiliki
keberanian yang sangat (dalam peperangan)”, maksudnya, kalau engkau menolak
isi surat itu dan tidak tunduk padanya, maka sungguh kita adalah orang-orang
yang kuat dalam peperangan. “dan keputusan berada ditanganmu: Maka
pertimbangkanlah apa yang akan kamu perintahkan”, alasan mereka tetap
mengembalikan keputusan final di sisi sang Ratu, karena mereka tidak meragukan
kecerdasannya, ketegasannya, ketulusan dan kasih-sayangnya terhadap rakyat yang
dipimpinnya.[6]
Ratu Saba’ sangatlah
cerdik, teliti dan tidak tergesa-gesa menarik kesimpulan apalagi keputusan yang
melibatkan rakyat banyak, dalam prediksinya ia menggambarkan kemungkinan buruk
terjadi, "Sesungguhnya raja-raja apabila memasuki suatu negeri, niscaya mereka
membinasakannya, dan menjadikan penduduknya yang mulia jadi hina; dan demikian
pulalah yang akan mereka perbuat”. Dia tahu bahwa
hadiah akan sangat berpengaruh pada manusia. Karena itulah ia akan menguji
Sulaiman dengan mengutus beberapa utusan yang membawa berbagai macam perhiasan,
emas, intan, berlian dan permata sebagai bentuk sogokan kepadanya agar
membiarkan dia dan kerajaannya sebagaimana asalnya. “Dan sesungguhnya aku akan mengirim utusan
kepada mereka dengan (membawa) hadiah, dan (aku akan) menunggu apa yang akan
dibawa kembali oleh utusan-utusan itu". Ibnu Abbas dalam tafsir Ibnu Katsir
menjelaskan bahwa ketika ratu Balqis mengutus beberapa utusan kepada Sulaiman dengan
sejumlah hadiah sebagai sogokan kepadanya, ia berkata kepada pembesar kaumnya:
“Sekiranya dia (Sulaiman) menerima hadiah itu maka perangilah, karena
sesungguhnya dia hanyalah raja yang haus kekuasaan. Bila ia menolak hadiah,
maka dia bukan sembarang raja, ikutilah dia karena kita tidak akan mampu
mengalahkannya”.
Ketika para utusan
kembali kepada sang ratu dengan membawa pesan dari Sulaiman, ratu pun berkata :
“Sungguh aku tahu dia bukanlah seorang raja sembarang raja dan kita tidak
memiliki kemampuan serta tidak kuasa untuk menentangnya sedikitpun. Aku akan
mengutus utusan untuk mengabarkan padanya bahwa aku akan datang membawa
raja-raja kaumku, untuk melihat apa perintahmu dan agama apa yang engkau
serukan kepada kami.”
As-Sa’di menceritakan, sebelumnya
ketika para utusan telah sampai kepada Sulaiman dengan membawa hadiah, Sulaiman
berkata dengan nada kesal terhadap mereka karena tidak mengindahkan surat yang
datang kepada mereka, "Apakah (patut) kamu menyogok aku dengan harta?. Apa
yang diberikan Allah kepadaku lebih baik daripada apa yang diberikan-Nya
kepadamu”, Hadiah ini sama sekali tidak bernilai bagiku, dan aku pun tidak bahagia
disebabkannya, dan karena Allah telah membuatku tidak butuh kepadanya, dan Dia
telah banyak melimpahkan berbagai karunia-Nya kepadaku. “Tetapi kamu merasa
bangga dengan hadiahmu”, karena kecintaan kalian pada dunia dan karena
sedikitnya sesuatu yang kalian miliki dibanding apa yang Allah karuniakan
kepadaku. Sulaiman lalu berpesan kepada utusan itu tanpa menuliskannya dalam surat
setelah melihat kecerdasannya, dan setelah dia yakin bahwa utusan itu akan
menyampaikan pesannya sebagaimana adanya, seraya berkata, “kembalilah kepada
mereka”, maksudnya, dengan hadiah ini. “Sungguh kami akan mendatangi
mereka dengan balatentara yang mereka tidak kuasa melawannya, dan pasti kami
akan mengusir mereka dari negeri itu (Saba) dengan terhina dan mereka menjadi
(tawanan-tawanan) yang hina dina." Maka utusan itu pun kembali kepada
mereka dan menyampaikan segala apa yang telah didengarkannya dari Sulaiman.[7]
Kemudian ratu Balqis
bersiap-siap menemui Sulaiman sebagai orang yang berserah diri. Ia memerintahkan
penjagaan singgasana kerajaan tempat duduknya, lalu dibuatlah 7 buah pertahanan
yang saling sambung menyambung dan dikuncinya pintu-pintu tersebut. Kemudian ia
berkata kepada para pengawal yang tinggal di kerajaannya : “Jagalah apa yang
sudah ada sebelummu dan singgsana kerajaanku. Jangan sampai seorang pun yang
lolos menembusnya dan jangan pula ada seorang pun yang melihatnya sampai aku datang.”[8]
Kemudian sang ratu menuju
kepada sulaiman dengan diiringi 12.000 orang. Dan para tentara Sulaiman a.s
dari kalangan Jin terus memantau dan mengawasi mereka baik diperjalanan maupun
di tempat sampainya, siang dan malam. Di saat rombongan sudah dekat, Sulaiman mengumpulkan
bala tentaranya di kalangan Jin dan manusia yang berada di bawah kekuasaannya.
Lalu berkata, "Hai pembesar-pembesar, siapakah di antara kamu sekalian yang sanggup
membawa singgasananya kepadaku sebelum mereka datang kepadaku sebagai
orang-orang yang berserah diri?". Para pasukan
ditantang siapa yang mampu mendatangkan singgasana ratu Saba’ dalam waktu cepat
dari Yaman ke palestina. Dalam tafsir as-Sa’di disebutkan bahwa lama perjalanan
yang dibutuhkan manusia dari Yaman ke Palestina dengan kendaraan tercepat saat
itu adalah 2 bulan.[9]
Demi mendengar tantangan itu, seketika Ifrit, Jin pembangkang tapi sangat cerdas
yang namanya adalah Kuzan dan besarnya sebesar gunung, menawarkan diri seraya
berkata : أنا ءاتيك به قبل أن تقوم من مقامك “Aku akan datang kepadamu dengan membawa
singgasana itu sebelum kamu berdiri dari maqammu.” Maksudnya adalah Ifrit
mampu mendatangkan singgasana tersebut dengan waktu setengah hari, yaitu
sebelum Nabi Sulaiman berdiri dari maqamnya. Dimana beliau a.s telah
menjadi rutinitasnya, duduk di atas maqamnya mulai pagi hingga
tergelincir matahari untuk mengatur dan memutuskan berbagai urusan.[10] Bahkan Ifrit menjamin
keutuhan singgasana itu sebagaimana aslinya tanpa kurang sedikit pun, “Sesungguhnya aku benar-benar kuat untuk
membawanya lagi dapat dipercaya".
Nabi Sulaiman masih mengharap ada diantara pasukannya yang mampu
mendatangkan singgasana Balqis lebih cepat dari Ifrit. Maka berkatalah seorang
yang diberi ilmu, sangat taat dalam ibadah yaitu Ashif bin Barkhiya, sekretaris
Nabi Sulaiman a.s. dia lalu berkata, "Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum
matamu berkedip". Maksudnya, angkatlah
pandanganmu dan lihatlah sejauh jangkauan pandanganmu, karena sebelum
pandanganmu merasa lelah niscaya singgasana itu sudah berada di hadapanmu.
Pemuda itu lalu berdoa kepada Allah yang teragung, dan kalau diminta dengannya
pasti Ia mengabulkan. Mujahid berkata doa yang dipanjatkannya adalah يا ذا الجلال
والإكرام
“wahai Rabb yang memiliki keagungan dan kemuliaan. يا إلهنا و إله
كل شيئ إلها واحدا لاإله إلا أنت ائتني بعرشها “Wahai Rabb kami, dan Rabb segala sesuatu,
Rabb yang Maha Tunggal. Tidak ada Ilah yang berhak disembah melainkan Engkau,
datangkanlah kepadaku singgasananya.” Seketika itu juga singgasana Balqis telah
berada di hadapan Sulaiman a.s. Segera ia memuji Allah seraya berkata, "Ini Termasuk karunia Tuhanku untuk menguji
diriku, apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). dan
Barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan)
dirinya sendiri dan Barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha
Kaya lagi Maha Mulia".
Kemudian dia memerintahkan kepada pasukannya, "Rubahlah baginya
singgasananya; Maka kita akan melihat apakah dia Mengenal ataukah dia Termasuk
orang-orang yang tidak mengenal(nya)." Para Jin segera mengindahkan
perintah itu. Dalam tafsir Ibnu Katsir, para Jin menambah dan mengurangi
singgasana itu. Membalikkan posisi singgasana itu, yang di bawah menjadi di
atas dan di atas menjadi di bawah, di depan menjadi di belakang dan di belakang
menjadi di depan. Selain itu segala perhiasan yang melekat di singgasana, dilepaskan
satu-satu.
“Dan ketika
Balqis datang, ditanyakanlah kepadanya: "Serupa inikah singgasanamu?"
Dia menjawab: "Seakan-akan singgasana ini singgasanaku.” Sulaiman sangat kagum dengan jawaban yang menunjukkan
kecerdasan, kehebatan dan kepandaian ratu Balqis dan ketelitiannya. Dia tidak
mengatakan “ia benar ini singgasanaku” karena didapatinya perubahan dan modifikasi
pada singgasana tersebut. Ia juga tidak menafikan kalau itu adalah singgasananya,
karena memang dia sungguh-sungguh mengenalnya. Ia akhirnya menjawab dengan
ungkapan yang mengandung dua kemungkinan, mengandung dua sayap makna. Sulaiman
lalu bersyukur kepada Allah atas karunia besar diberikan kepadanya melebihi
Balqis, “Kami telah diberi pengetahuan sebelumnya” maksudnya, hidayah,
kecerdasan dan ketegasan sebelum ratu ini. “dan kami adalah orang-orang yang
berserah diri". Inilah hidayah yang sesungguhnya yang sangat
bermanfaat.
Adapun tentang ratu Saba sebelum kedatangannya
kepada Sulaiman, Allah menggambarkan, “Dan apa yang disembahnya selama ini
selain Allah, mencegahnya (untuk melahirkan keislamannya), karena Sesungguhnya
dia dahulunya Termasuk orang-orang yang kafir.” Apa yang selama ini
disembahnya telah menjadi penghalang utama untuk masuk Islam. Sebab kecerdasan
dan kepandaiannya tidak digunakan untuk membedakan mana yang hak dan mana yang
batil. Keyakinan telah mengalahkan kepandaiannya dan telah menutup mata
hatinya. Karena itulah sebelum kedatangan surat Sulaiman kepadanya ia tetap
berpegang pada ajaran sesat (menyembah matahari).
Kemudian
Sulaiman ingin agar Balqis melihat sebagian dari kekuasaannya yang
mencengangkan akal. Lalu dia menyuruhnya masuk ke istana, tempat yang tinggi
dan luas. "Masuklah ke dalam istana". Maka tatkala Dia melihat
lantai istana itu, dikiranya kolam air yang besar, dan disingkapkannya kedua
betisnya.” Lantai istana itu terbuat dari kaca, sehingga air mengalir yang
berada di bawahnya seolah-olah tidak ada pembatas yang membatasinya. Karena takut
basah, ia pun mengangkat roknya hingga kedua betisnya tersingkap. Maka dikatakan kepadanya,
"Sesungguhnya ia adalah istana licin terbuat dari kaca". Supaya
dia tidak perlu repot-repot menyingkap betisnya. Setelah ratu Balqis
menyaksikan apa yang telah dilihatnya dan mengetahui kenabian dan kerasulan
Sulaiman a.s, maka dia pun bertaubat dan kembali kepada fitrahnya yaitu Islam,
dan berkata, "Ya Tuhanku, Sesungguhnya aku telah berbuat zalim terhadap
diriku dan aku berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan semesta alam."
[1] Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di, Tafsir
Al-Qur’an Surat Al-Mu’minun s/d Saba, Jilid 5, Jakarta : Pustaka Sahifa,
2012 hlm. 331.
[3] Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di, Tafsir
Al-Qur’an Surat Al-Mu’minun s/d Saba, Jilid 5, hlm. 332.
[6] Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di, Tafsir
Al-Qur’an Surat Al-Mu’minun s/d Saba, Jilid 5, Jakarta : Pustaka Sahifa,
2012 hlm. 335.
[7] Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di, Tafsir
Al-Qur’an Surat Al-Mu’minun s/d Saba, Jilid 5, hlm. 336.
[9] Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di, Tafsir Al-Qur’an Surat Al-Mu’minun s/d
Saba, Jilid 5, hlm. 337.
Komentar